26 Agu 2010

Pers Islam (sering tumbang) sebagai Media Dakwah


Pers Islam dikalangan masyarakat sangat memperihatinkan. Kaum intekektual mensinyalir bahwa pers Islam kurang profesional, lemah dalam manajemen, fasilitas, dana dan kadang dianggap pekerjaan yang serampangan serta sia-sia. Itulah sebabnya pers umum lebih maju, lebih representatif dan diakui eksistensinya. Kenyataannya ummat islam yang mayoritas belum mempunyai perasaan memiliki (sense of belonging) dan belum menganggap pers Islam merupakan suatu kebutuhan (needs). Bagaimana dengan hilangnya majalah UMMAT, dan banyak tumbangnya media-media islam lainnya yang cukup signifikan bagi ummat, khususnya kalangan Nahdliyin.

Kalau hal ini masih terus berlangsung, maka hubungan komunikasi dan berita dalam era informasi dikalangan ummat Islam akan mengalami bahaya yang merisaukan. Ummat islam akan saling masa bodoh, apatis, dan acuh tak acuh terhadap kondisi ummat Islam lainnya. Apalagi pada kondisi dan situasi dunia sekarang ini. Secara global pers barat yang didalangi oleh kaum yahudi dianggap sebagai pusat (centrum) informasi dibandingkan dengan pers Islam yang hanya dianggap sebagai tepian (periphery) atau menjadi obyek pemberitaan sekaligus penyalur pers barat. Akhirnya, sadar atau tidak, akan terjadi imperialisme komunikasi dan informasi, dimana negara barat sebagai imperialis/penjajah, dan ummat Islam sebagai jajahannya. Sungguh ironis sekali.

Pers Islam yang dimaksudkan adalah surat kabar, majalah, atau media cetak yang berwawasan Islami yang ditujukan pada ummat Islam dan masyarakat lainnya. Jadi pers Islam selain sebagai media informasi, juga berfungsi sebagai salah satu media da’wah dalam rangka syi’ar, mengajak, menarik minat, orang lain untuk mengikuti konsep keislaman. Oleh karena itu pers Islam perlu diupayakan sebagai sarana pengubah pola fikir masyarakat yang mungkin menjurus sekuler, menjadi masyarakat yang Religius Oriented.

Untuk menciptakan pers Islam yang profesional, bukan hanya pada financial (pendanaan) yang diutamakan, tapi juga diperlukan seorang yang bukan hanya dapat berbicara secara konseptual, tetapi mampu terjun langsung memberi teladan dalam mengaktualisasikan konsepnya. Disamping itu haruslah mengubah wawasan masyarakat yang mungkin keliru dalam menerima kehadiran pers Islam, maka pers Islam harus dapat bersifat universalitas, yakni mengungkap segala aspek kehidupan masyarakat, peka terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi di masyarakat, dan dalam pengkajiannya tidak terlepas dari konsep – konsep Islam yang bersandar pada al – Qur’an dan as – Sunnah. Dalam tuntutan eksistensinya, pers Islam juga harus dikelola dalam bentuk qualified, representatif dan prospektif serta bersifat aktualitas, bahwa informasi yang disampaikan masih fresh untuk dibicarakan dan menarik untuk disajikan. Hal tersebut yang nantinya bisa menarik minat dan keingin tahuan masyarakat hingga dapat membuka wawasan. Sehingga dari sinilah akan lahir perasaan membutuhkan dan rasa ikut memiliki. Jika demikian, ketersedian pengelola dan esensi pers Islam yang baik selalu beriringan (tidak dapat dipisahkan) adanya dukungan konsumen / masyarakat pembaca yang berperan aktif.

Dalam era informasi, kendala-kendala yang memojokkan pers Islam perlu dihadapi secara profesional dan keterpaduan kerja sama yang terpola. Profesional yang terdiri atas : Profesional kapasitas manusia sebagai pengelola, professional esensi pers Islam, dan professional kapasitas manusia sebagai konsumen; perlu diseimbangkan dengan kemampuan, etika, dan pengetahuan yang ada dan berkembang sekarang ini dengan kerja sama antar ummat yang terpola dalam bentuk ukhwah islamiyah dan barisan yang teratur, organisasi.

0 comments: