20 Agu 2010
Columnis Indie
Sebuah catatan yang menurut saya adalah penting dan bernilai, kita menuangkan sebuah tulisan bukan semata-mata dari lidah, melainkan memerah otak, mencari kata bahasa, melihat dan membayangkan apa yang kita toreh dengan pena ditangan sehingga dapat menjadi racikan bacaan yang bias memberi visualisasi dalam otak dan hati pembaca.
Saya bukanlah apa-apa atau pun siapa-siapa, hanya saja saya seperti anda, tidak kurang dan tidak lebih. Saya cuma mencoba menelaah wacana yang ada dalam perbincangan-perbincangan atau obrolan di warung kopi dengan disertai canda tawa dan tak terasa menyentuh serta mengajak pikiran masing-masing kita untuk berfikir lalu bersuara dengan bebas -tanpa ada beban takut dicekal atau semacamnya- dan terlibat lansung seolah kita bersama orang-orang yang tengah duduk di warung seperti layaknya keluarga yang merasa satu atap dan satu rasa. Dan hal yang mendukung disana ditambah adaanya aroma dan aura khas dalam setiap warung atau kopinya.
Dari waktu ke waktu topik pembicaraan tak pernah kehabisan bahan untuk dibahas -mulai dari tarik becak sampai tarik suara, dari klenik sampai politik, dari perang hingga kiamat, dari artis sampai magis, dari rumah tetangga sampai istana, dan masih banyak lagi- topik terlontar dengan bahasa serta dialek apa adanya tanpa tabir aling-aling, namun bersumber dari akal yang manusiawi. Oleh karena itu kami apa salahnya menuangkan latar bahasa, cara, dan pola yang ada dibalik pemikiran mereka. Sedapatnya tak langsung mereka mencatat sejarah, itu yang pertama. Namun yang lebih penting adalah sebagai koreksi diri, kontribusi moral dan konsumsi mental untuk mendorong agar berubah menjadi gaya membangun akan harapan-impian kedepan yang lebih baik untuk kita yang berbangsa dan bernegara.
Setiap manusia mempunyai hak azali, hak yang diberikan tuhan dan tak seorang pun makhluk bisa merampasnya, yakni hak kemerdekaan berfikir, berbicara dan berpendapat seprti apa yang dirasakan, dilihat, dan dialami. maka itulah kami dan itu pula anda. Saya yakin setiap mereka yang -walaupun orang gelandangan- pasti punya mimpi, harapan, setidaknya angan-angan. Maka anda bias menuangkannya bebas disini pun akan menggunakan bahasa anda sendiri. tidak harus menggunakan bahasa elit politik, bahasa undang-undang, bahasa berdasi, atau bahasa mimbar yang menjemukan.
Bergabung
0 comments:
Posting Komentar